Keselamatan & Kesehatan Kerja (K3)

Sesuai dengan dasar hukum UU No. 1 tahun 1970 menjelaskan bahwa keselamatan & kesehatan kerja (K3) adalah suatu upaya-upaya praktis untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.  Bidang K3 merupakan studi praktis yang berkaitan dengan implementasi sistem manajemen suatu perusahaan.  Didalam UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan juga diatur tentang jaminan keselamatan & kesehatan kerja bagi seluruh karyawan yang bekerja.  Namun pada kenyataannya masih banyak dijumpai perusahaan-perusahaan yang kurang memperhatikan tentang faktor keselamatan & kesehatan kerja, sehingga sering dijumpai kasus-kasus kecelakaan kerja yang merugikan pihak karyawan.  Menurut data yang dituliskan oleh media online pos kota tercatat bahwa kasus kecelakaan kerja masih relatif tinggi, yakni mencapai 88.492 kasus (www.poskota.co.id/05/10/10).  Kondisi tersebut tentu saja masih memprihatinkan mengingat hal tersebut bertolak belakang dengan visi & misi pemerintah mengenai jaminan keselamatan & kecelakaan kerja.  Kasus-kasus kecelakaan kerja yang sering dijumpai yakni bidang industri, konstruksi, pertambangan, dan sisanya disektor lainnya.  Kasus kecelakaan kerja yang masih hangat dibicarakan adalah kasus kecelakaan tabrakan kereta api Senja Utama dengan Kereta Argo yang terjadi pemalang menyebabkan korban meninggal dunia.  Akan tetapi yang patut disayangkan mengenai hasil investigasi awal yang menyebutkan bahwa faktor penyebab kecelakaan kerja karena "human error".  Sebetulnya masih perlu banyak dikaji dan dilakukan analisa yang detail untuk mengidentifikasi kecelakaan kereta api tersebut dari dari data kronologis, serta data sekunder mengenai sistem kerja, peralatan, teknologi, material-material disekitar, kesehatan, dan lain sebagainya, supaya ditemukan suatu preventif akan solusi untuk dilakukan perbaikan, bukan hanya sekedar menyelesaikan maslah yang saat itu muncul dan hilang (selesai).  
Belajar tentang K3 tentu saja harus berorientasi pada implementasi/penerapan di area kerja.  Secara konseptual Keselamatan & kesehatan kerja muncul berdasarkan konsep "triangle factor"

Implementasi mengenai keselamatan & kesehatan kerja secara praktis dirancang melalui suatu sistem yang dinamakan dengan Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja (SM-K3) atau dalam paradigma modern dikenal dengan istilah "HSE / SHE " (Health Safety & Environment). Setiap perusahaan idealnya wajib menerapkan sistem manajemen K3 yang terintegrasi dan sistematis untuk menjamin faktor resiko terhadap keselamatan & kesehatan di lingkungan kerja.  Penerapan sistem manajemen K3 dimulai dari:
Pembentukan komitmen
Komitmen merupakan modal utama dalam penerapan K3 secara riil mengenai arti penting keselamatan & kesehatan kerja. Pembentukan komitmen tentang arti pentingnya K3 harus dimulai dari level TOP MANAGEMENT supaya penerapan sistem K3 berjalan efektif dan optimal.  Sesuai dengan UU No 1 tahun 1970 dijelaskan bahwa unsur pimpinan (direktur) bertanggungjawab untuk melaksanakan keselamatan & kesehatan kerja.  Unsur pimpinan inilah yang nantinya diharapkan mampu membuat kebijakan-kebijakan yang positif tentang K3 dan mampu menggerakan aspek-aspek penunjang/fasiltas sampai dengan karyawan-karyawan level bawah untuk menjalankan fungsi K3 untuk mencapai "ZERO ACCIDENT"
Perencanaan
Perencanaan disini dimaksudkan sebagai dasar penerapan program kerja K3 yang nantinya akan dilaksanakan secara menyeluruh oleh seluruh karyawan. Dalam menentukan program kerja K3, idealnya komite K3 melakukan assessment di area kerja mengenai maslah-masalah K3 di perusahaan tersebut.  Cara mudah biasanya menggunakan teknik.tools berupa HIRARC (High Identification Risk Assessment & Risk Control), yaitu suatu cara/teknik mengidentifikasi potensi-potensi bahaya yang kemungkinan bisa menimbulkan kecelakaan kerja/penyakit kerja dan melakukan langkah penanggulangan sebagai kontrol/preventif.  Dapat dilakukan dengan identifikasi potensi, penilaian faktor resiko dan pengendalian faktor resiko.
Pengorganisasian
Bentuk komitmen dari pimpinan perusahaan selain melalui kebijakan tertulis, dapat juga memfasilitasi pembentukan komite K3 yang khusus menangani permasalahan K3 yang terdiri dari berbagai wakil dari divisi yang terlibat sesuai dengan kompetensinya masing-masing.  
Selain itu yang paling penting untuk menggerakan orhganisasi/komite K3 tersebut diperlukan seorang "ahli K3" yaitu seseorang yang berkompeten di bidang K3 yang telah tersertifikasi sebagai ahli K3.  Mengapa demikian? karena dala penerapan program kerja serta aktivitas-aktivitas K3 tidak bisa lepas dari visi dan misi ahli K3 tersebut yang mampu menggerakan jalannya oranisasi kerja.  Efektivitas komite K3 tentu saja diperhitungkan dari penerapan program-program K3 yang tersistematis dan mendapatkan support dari seluruh level karyawan.
Penerapan
Penerapan K3 tentu saja berkaitan dengan pelaksanaan aktivitas program-program kerja K3 secara optimal.  Harus disertai evidence serta bukti-bukti lapangan mengenai penerpan program kerja tersebut.  Contoh program kerja yang bisa dilakukan yaitu semacam safety campaign, safety sign, safety training, safety talk, safety for visitor, safety for contractor, simulasi & evakuasi, safety alert, dll.
Pengendalian
Setiap penerapan program-program K3 harus dilakukan pelaporan sebagai bukti evidence sehingga dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dilakukan perbaikan secara bertahap.  Pelaporan K3 harus disusun secara rapi sebagai penunjang administrasi K3 yang terintegrasi.
Evaluasi
Proses evaluasi memang sangat diperlukan sebagai bentuk pengukuran efektivitas program/oenerapan K3 sudah sedemikian efektif atau belum. Secara praktis biasanya dibentuk suati tim auditor untuk melakukan audit dan verifikasi mengenai penerapan yang dijalankan mengenai sistem manajemen K3.


Selamat berimplementasi untuk " membangun sistem manajemen K3 yang terintegrasi "
salam,