Akhir-akhir
ini kita sering mendengar istilah disruptive
innovation baik di buku-buku referensi, acara pelatihan, seminar, workshop, media sosial, berita TV, dan
lain-lain. Sebagian besar ada yang membicarakan
tentang isu-isu terbaru yang ditemui dalam peristiwa sehari-hari dikaitkan
dengan disruptive innovation. Sebut saja seperti brand Kodak yang dulu berdiri dari tahun 1892, sangat perkasa di
bisnis produk kamera, fotografi dan pencetak tiba-tiba bisnisnya ambruk.
Kemudian mulai populernya Uber, Grab dan Go-jek beberapa tahun ke belakang
menjadi pemicu bermunculan perusahaan-perusahaan startup di Indonesia. Tokopedia, Bukalapak, Traveloka, dan
lain-lainnya yang memanjakan kita untuk berbelanja dan berpergian ke luar
kota. Kasus terakhir yang membuat banyak
orang kaget yaitu tutupnya beberapa gerai toko Matahari di beberapa wilayah di
Indonesia. Kita tahu jika brand Matahari merupakan salah satu
retail terbesar dan menjadi favorit keluarga untuk berbelanja dari jaman tahun
1990an.
Disruptive innovation atau dalam terjemahan bahasa Indonesia yaitu inovasi disruptif adalah inovasi yang
menggambarkan setiap situasi dimana suatu industri terguncang dan industri yang
telah sukses sebelumnya akan tersandung (Christensen, Raynor & McDonald,
2015). Pengertian lain disruptive innovation
adalah inovasi yang
membantu menciptakan pasar baru, mengganggu atau merusak pasar yang sudah
ada, dan pada akhirnya menggantikan teknologi terdahulu tersebut. Proses inovasi
tersebut tentu saja dinilai positif untuk mengembangkan jenis barang atau
produk baru yang dapat bersaing dengan jenis barang atau jasa lainnya yang
sudah ada, dan justru pada akhirnya pengembang baru tersebut dapat menjadi
lebih sukses dan berkembang sehingga mengakibatkan pelaku pasar sebelumnya
terancam ataupun terganggu. Bisa
dikatakan bahwa pelaku pasar sebelumnya yang terancam tadi tidak melakukan
inovasi yang lebih besar dari sebelumnya, maka akan tergerus dan akhirnya kalah
bersaing hingga tergantikan dengan yang baru.
Tentu
kita masih ingat dengan era Friendster,
yang awal kali mengenalkan kita pada dunia social
media. Orang-orang mulai banyak
tergerak untuk membuat akun di Friendster
tersebut, mulai berteman dengan dunia maya, bertukar informasi terbaru, dan
lain-lain. Pada akhirnya muncul Facebook
yang menawarkan tampilan yang lebih fresh,
tidak hanya bertukar informasi baru, justru ditambah dengan chating, foto, video, dan konten lainnya
yang dapat diakses dengan mudah di handphone.
Secara tidak langsung Friendster pun
tergantikan oleh inovasi yang dilakukan oleh Facebook tersebut.
Pada
tahun 2000an ketika kita ditanya oleh kawan, handphone favoritmu apa sih? Banyak yang menyebut merk Nokia, tidak
banyak yang menyebut merk Samsung. Merk Nokia yang terkenal awet, baterai tahan
lama, bisa ganti-ganti casing, ada permainannya,
dan lain-lain. Tapi pada era saat ini apa yang terjadi dengan Nokia? Tahun 2012
– 2013 Nokia resmi menutup pabriknya dan justru Samsung yang dulu dipandang
sebelah mata, saat ini lebih berjaya di pasar android.
Inovasi
yang mengganggu lebih banyak mengarah pada jenis inovasi teknologi, baik dalam
menghasilkan barang maupun jasa. Justru
inovasi teknologi inilah yang mengancam hilangnya teknologi sebelumnya yang
ada. Contohnya seperti handphone/ponsel yang menggantikan
telepon rumah ataupun telepon umum (wartel), transportasi online yang mengancam transportasi konvensional seperti ojek,
becak, angkot, dll. Listrik yang
menggantikan lampu minyak ataupun lilin, Traktor yang menggantikan tenaga kerbau
untuk membajak sawah, Email yang telah menggantikan mesin fax dan surat
menyurat. Proses packaging mulai
digantikan dengan mesin otomatis. Seiring dengan proses penggantian tersebut
maka secara langsung klasifikasi pekerjaan pun akan bergeser, dapat digantikan,
ataupun hilang dan diganti dengan klasifikasi pekerjaan baru. Disruptive innovation secara langsung
maupun tidak langsung akan berdampak pada semua jenis industri, pekerjaan, dan
pasar.
Bagaimana
relevansinya dengan praktek psikologi? Disruptive
innovation pada saat ini tidak menghilangkan praktek psikologi. Namun ada
beberapa fungsi yang bergeser, digantikan dan muncul fungsi baru. Kami sendiri sebagai praktisi psikologi industri
mulai merasakan dampak dari disruptive
innovation yang terjadi di beberapa perusahaan. Apalagi jika seorang lulusan psikologi
bekerja sebagai Human Resources
ataupun Human Capital didalam suatu perusahaan.
Proses perubahan akan banyak berdampak pada konteks fungsi pekerjaan yang
ditangani oleh praktisi psikologi industri, antara lain:
1. Recruitment
& Selection
Fungsi
pekerjaan ini dapat dikatakan menjadi primadona bagi lulusan psikologi. Mereka
pada umumnya memiliki kemampuan melakukan rekrutmen SDM dan asessmen menggunakan
alat tes psikologi. Jika dijabarkan fungsi operasional pekerjaan sebagai recruitment & selection yaitu mulai
dari proses merencanakan SDM, melakukan job
posting, melakukan seleksi berkas administrasi, pemanggilan kandidat, seleksi
tes, interview, proses negosiasi, MCU,
dan terakhir adalah penerimaan dan penempatan karyawan baru. Dampak dari disruptive innovation saat ini, bahwa proses tersebut bisa dilakukan
dengan alih teknologi. Teknologi dimana
proses pekerjaan tersebut menggunakan e-recruitment
management system atau bisa bekerja sama dengan vendor/headhunter maupun menggunakan aplikasi jasa rekrutmen. Bahkan saat ini dengan mudah dijumpai
aplikasi-aplikasi yang dapat diunduh menggunakan android untuk aplikasi rekrutmen SDM.
Bagaimana
dengan tes psikologi? Kami pun menyaksikan juga dibeberapa perusahaan yang
masih menggunakan tes psikologi karena bagi perusahaan proses ini sangat
penting untuk mendapatkan kandidat yang memiliki high-po (potensi besar).
Namun ada sebagian perusahaan yang dalam penyajian tes psikologi sudah
berbasis pada software tertentu
sehingga penyajian dan skoringnya lebih cepat dan praktis. Disamping itu proses asessmen pun sekarang banyak
dijumpai perusahaan-perusahaan yang memiliki dan mengembangkan tools asessmen sendiri sesuai kebutuhan
kualifikasi jabatan di internal perusahaan ini. Bahkan beberapa perusahaan
sudah mulai mengembangkan assessment center.
Oleh
karena itu melihat dampak dari disruptive
innovation diatas, maka kedepannya
para lulusan psikologi sebaiknya tidak hanya memiliki satu kompetensi di bidang
rekrutmen saja, namun perlu mengembangkan kompetensi yang lebih startegis ke
fungsi Human Resources maupun Human Capital lainnya. Di perusahaan
tempat kami bekerja saat ini, proses rekrutmen dilakukan dengan membangun branding
perusahaan melalui website maupun social media (linkedin) resmi perusahaan, sehingga rekruter bisa berkomunikasi
langsung kepada calon kandidat, bekerjasama dengan tim corporate communication untuk melakukan job posting, seleksi lamaran dan CV menggunakan sistem online, interview menggunakan skype
ataupun google duo yang bisa menjangkau
di seluruh wilayah di Indonesia maupun diluar Indonesia, proses asessmen
psikologi cukup berkolaborasi dengan partner/vendor
sesuai kota domisili kandidat, dan terakhir proses induction dilakukan secara terpusat.
2. Personnel
Management
Fungsi
pekerjaan ini lebih banyak pada proses administrasi kepegawaian, atau istilah lainnya
adalah kepersonaliaan. Lingkup pekerjaan mulai dari data karyawan masuk, absensi
karyawan, perhitungan lembur, perhitungan salary,
dinas, cuti, pajak, asuransi dan benefit yang diterima karyawan. Dampak dari disruptive innovation saat ini, proses
tersebut bisa dilakukan dengan sistem HRIS. Human
Resources Information System (HRIS) sudah mencakup seluruh proses
administrasi HR secara sistem. Yang dapat dikembangkan oleh perusahaan itu
sendiri maupun bekerjasama dengan IT
developer. Oleh karena itu praktisi
psikologi industri yang bekerja di fungsi personnel
management justru kedepannya harus mampu melakukan improvement system menggunakan
teknologi terbaru dalam menyesuaikan perubahan sistem kedepannya.
Kami
mengamati dibeberapa perusahaan sudah mulai menggunakan sistem Human Resources maupun Human Capital yang terintegrasi. Contohnya seperti karyawan di sebuah
perusahaan yang akan mengajukan cuti, tidak perlu lagi meminta formulir cuti ke
Human Resources Department, kemudian
meminta tanda tangan atasan langsung/tidak langsung/manager, dan mengembalikan
formulir yang sudah ditandatangani ke Human
Resources Department. Karyawan
tersebut cukup buka android, masukan
akun kepegawaiannya dan tinggal tekan aplikasi dan approval dilakukan oleh sistem. Dan bisa dilakukan dimanapun.
3. Training
& Development
Fungsi
ini menurut kami sangat penting sekali dalam implementasi Human Resources maupun Human
Capital. Jika melihat kondisi lalu,
justru banyak perusahaan yang memburu lulusan psikologi ataupun manajemen SDM
untuk ditempatkan diposisi ini. Mengapa?
Tentu saja mereka mencari orang yang bisa memberikan pelatihan, memiliki
komunikasi yang baik, bisa menyampaikan materi, dan lain-lain. Fungsi operasional pekerjaan ini meliputi
analisa kebutuhan pelatihan & pengembangan, merencanakan program, menyusun
program, melaksanakan program, mengevaluasi program dan melaporkan efektivitas
program.
Di
perusahaan kami bekerja saat ini, tim sedang mengembangkan model e-learning. Proses e-learning
ini sendiri akan melibatkan seluruh karyawan.
Masing-masing karyawan akan menuliskan dan memberikan materi e-learning sesuai dengan kompetensi
bidang yang dikuasainya. Kemudian e-learning
tersebut dapat diakses oleh seluruh karyawan lainnya, baik di Jakarta maupun di
masing-masing site project yang tersebar
di seluruh wilayah Indonesia. Dengan
model seperti itu maka pembelajaran dapat diakses oleh seluruh karyawan.
Pengetahuan dan pemahaman karyawan akan meningkat dengan didasarkan pada pre-test dan post test serta apabila post
test dinyatakan lulus oleh sistem, maka sertifikat dapat dicetak mandiri secara
online. Proses diskusi dan permintaan kebutuhan e-learning selanjutnya pun dapat
disampaikan secara online melalui
forum diskusi e-learning tersebut.
Selain
contoh kasus diatas, pada saat ini perusahaan mulai serius untuk mengembangkan
dan menciptakan Corporate university
sesuai dengan core business
masing-masing perusahaan. Seperti Corpu Telkom, Corpu BCA, Corpu PLN, Corpu Sampoerna, Corpu BRI, Corpu Astra,
dan lain-lain. Oleh karena itu
persaingan kedepannya pun akan terlihat sangat ketat dalam bidang pembelajaran
dengan universitas-universitas yang sudah ada.
4. Human Capital
Performance
Isu
besar didalam era disruptive innovation
terkait dengan human capital performance
tidak lagi tentang tools penyusunan performance maupun metode yang digunakan
dalam KPI. Namun justru mengarah pada
proses penciptaan peranan penting dalam menghadapi isu VUCA (Volatility,
Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity) yang harus didorong oleh para
praktisi psikologi industri. Bagaimana
memulainya? Perlu diketahui, bahwa perpaduan dari optimalisasi kompetensi yang mampu
menghasilkan kinerja yang optimal di masa depan. Kompetensi masih menjadi isu utama dalam
pengembangan organisasi, tim maupun individu.
Yang menjadi tantangan era disruptive
innovation adalah bagaimana kita sebagai praktisi psikologi industri mampu
menumbuhkan optimisme dalam diri karyawan.
Kita tahu bahwa dampak dari distruptive
innovation adalah ketidakpastian (jika perusahaan tidak mampu berinovasi).
Oleh
karena itu tujuan utama dalam fungsi ini adalah menciptakan karyawan-karyawan
yang siap secara psikologis seperti keyakinan diri, harapan, optimis, dan
kegembiraan (psychological capital;
Luthan, 2005). Dengan mereka memiliki karakteristik
keyakinan diri maka akan muncul keberanian dalam berinovasi secara terus
menerus. Dengan mereka memiliki harapan maka gambaran positif terhadap kinerja
yang dapat dicapai memiliki arti penting bagi keberhasilan perusahaan. Dengan
mereka memiliki sikap optimis maka akibat yang ditimbulkan dari disruptive innovation tidak berpengaruh
pada semangat dan dorongan untuk terus maju berkembang. Dan dengan mereka
memiliki kegembiraan maka muncul perasaan senang dalam bekerja, bekerja dengan
senang hati dan menjelma menjadi happy
worker.
Dan
yang perlu diketahui bersama bahwa generasi yang akan dihadapi kedepannya
adalah generasi millennials. Sehingga
sebagai praktisi psikologi industri yang perlu ditumbuhkan oleh mereka dalam
menghadapi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity) adalah vision, understanding, clarity dan agility. Bagaimana caranya? Mari kita mulai lakukan bersama. Peluang yang sangat terbuka adalah menemukan
cara bagaimana pola pikir karyawan yang ada dapat ditransformasikan menjadi
inovasi yang paling sukses. Mengintegrasikan peran pengetahuan, keterampilan
dan sikap (KSA) yang dimiliki oleh karyawan dengan kompetensi bisnis
perusahaan.
5. Talent
Management
Kita
tahu bahwa talenta adalah orang - orang yang memiliki kualitas unggul
ataupun terbaik dari proses seleksi yang kemudian dikembangkan, dibina oleh
sebuah sistem organisasi untuk proses jangka panjang. Merekalah orang-orang
yang sudah dipersiapkan untuk menjadi pemimpin perusahaan di masa mendatang.
Isu utama di era disruptive innovation
adalah sejauhmana perusahaan dapat mempertahankan talenta-talenta yang dimiliki
dengan komitmen mereka. Jika kami
mengamati pergesaran mindset karyawan saat ini adalah mereka bekerja untuk
mendapatkan penghasilan tinggi, kebebasan berekspresi, fleksibilitas, dan passion. Ketika mereka mendapatkan tawaran dari
perusahaan lain sesuai dengan kebutuhan mereka, tanpa berpikir panjang mereka
pun siap bergerak ke tempat yang mereka inginkan. Padahal mereka tidak melamar pekerjaan. Lantas bagaimana caranya? Era teknologi,
segala sesuatu informasi bisa didapatkan dengan mudah. Jika kita ingin mencari seorang dengan skill tertentu tinggal masukan kata
kuncinya lalu tekan tombol search. Jika sudah didapatkan maka, mereka bisa
berkomunikasi melalui mobile message,
social media ataupun email.
Yang akan dihadapi oleh praktisi psikologi industri kedepan bersamaan
dengan era millennials adalah
bagaimana kita bisa mengelola turnover
dengan angka paling rendah, cepat dalam
mendapatkan kandidat yang tepat dan kompeten, serta mengembangkan talenta
mereka supaya menjadi pemimpin masa depan.
Kompetensi
baru yang harus dimiliki seorang praktisi psikologi industri adalah kemampuan
dalam memilih, mengembangkan dan mematangkan talenta didalam organisasi. Mulai
mengembangkan dan memperkuat karyawan
baru pada proses pertama kali masuk perusahaan (onboarding). Memelihara dan mengembangkan pegawai yang sudah ada di
perusahaan. Menarik sebanyak mungkin pegawai yang memiliki kompetensi,
komitmen dan karakter unggul bekerja pada perusahaan yang memiliki
karakteristik vision, understanding,
clarity dan agility.
6. Organizational
Change & Innovators
Inovasi
merupakan sebuah langkah pasti yang harus dilakukan sebuah organisasi setiap
hari. Kami pun yang setiap hari bekerja dan berinteraksi dengan banyak orang
melihat kebutuhan itu. Apalagi sebuah
organisasi besar yang terkena dampak dari disruptive
innovation maka akan terus mengubah cara orang untuk bekerja.
Jika
kita menyebutkan perusahaan seperti Tesla ataupun GE adalah perusahaan dengan
nama besar dimasing-masing bidangnya, pastilah tidak jauh dari inovasi. Bahkan justru mereka sudah mulai lebih dulu
untuk memikirkan inovasi kedepan termasuk akan kebutuhan mobil listrik. Dampak
dari inovasi yang dilakukannya sangat besar terhadap bisnis-bisnis lainnya yang
mendukung. Sebut saja perusahaan energi,
industri komponen mobil, ketersediaan software
system, battery, bengkel, dan lain-lain. Bisa dibayangkan dampak dari disruptive innovation pada satu jenis
inovasi tersebut.
Praktisi
psikologi industri perlu memahami perubahan bisnis tersebut. Sehingga mampu berperan penting sebagai leader dalam proses perubahan itu. Ketika kami menjadi bagian penting dalam
transformasi bisnis sebuah perusahaan, maka mau tidak mau kami pun harus
mempersiapkan pondasi kuat sebagai bagian dari proses transformasi tersebut. Mulai
dari asessmen organisasi, mempersiapkan perangkat struktur, mendorong visi dan
misi yang jelas, memastikan culture
yang ada, menyusun perangkat sistem dan implementasi dan mempersiapkan SDM yang
siap. Prosesnya tidak bisa cepat karena membutuhkan waktu untuk memahami betul
tentang proses bisnis yang dijalankan.
Mengapa itu harus dilakukan?karena itu menjadi modal utama untuk dapat
melakukan proses perubahan didalam organisasi.
Pada
paragraf terakhir tulisan ini kami perlu kami sampaikan bahwa yang abadi di dunia
ini, salah satunya adalah perubahan.
Jadi mau tidak mau kita harus menghadapi perubahan yang ada. Perubahan adalah bentuk dari proses inovasi
yang berkembang ke arah yang lebih baik.
Agar kita bisa mengikuti perubahan dan menikmati perubahan itu, maka
kita harus ikut berubah. Merubah
pandangan terhadap sesuatu dari sudut pandang positif. Meyakini perubahan ini
dapat dilakukan sesuai dengan rencana.
Mengajak orang lain untuk mengikuti perubahan yang dilakukan. Meyakini
perubahan itu dengan rasa optimis. Kemudian yang perlu di atur ulang mindset
ini adalah bahwa era disruptive innovation ini tidak membuat kita terjebak
dalam kompetisi bisnis. Namun ini adalah
peluang kita untuk berkolaborasi untuk mencapai tujuan bisnis. Oleh karena itu
dalam praktek psikologi industri, kita harus dapat berperan sebagai inovator dalam
perubahan yang terjadi pada individu, tim dan organisasi.