Coaching Sebagai Media Peningkatan Kualitas Kinerja Pada Karyawan

Coaching adalah proses pengarahan yang dilakukan atasan untuk melatih dan membantu bawahannya untuk mencapai kinerja yang maksimal.  Coaching merupakan model pendekatan yang dipakai ditempat kerja untuk meningkatkan manajemen kinerja.   Boulter, Dalziel & Jackie (2003) menuliskan mengenai pentingnya model coaching yang berkesinambungan memainkan peranan vital dalam peningkatan kinerja.  Model coaching yang terarah mengacu pada manajemen kinerja yang berbasis kompetensi.  Ukuran kompetensi tersebut yang dijadikan dimensi pengembangan SDM untuk mencapai high performer. 
Kegiatan ini akan sangat tepat diberikan kepada karyawan yang sedang menghadapi permasalahan dalam performa kerja atau karyawan yang membutuhkan intervensi khusus. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas kinerja.  Coaching adalah pendampingan bagi mereka yang memiliki potensi besar agar dapat mengaktualisasikan dirinya menjadi pribadi prima.  Peran coaching menurut Boulter, Dalziel & Jackie (2003) diantaranya peningkatan faktor efektfitas organisasi yang mencakup kepemimpinan, fokus pencapaian, fokus pelanggan, kepedulian terhadap kualitas, mengembangkan orang-orang lain, dan mempengaruhi orang-orang lain.



Peran Manajer Dalam Kepemimpinan Tim

Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas organisasi.  Gitosudarmo & Sudita (2000) mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu proses mempengaruhi aktivitas dari individu atau kelompok untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Peran pemimpin yang maksimal akan membawa pengaruh positif dalam dinamika organisasi.  Munandar (2001) menuliskan bahwa kepemimpinan merupakan sesuatu yang penting bagi manajer.  Para manajer merupakan pemimpin di dalam organisasinya mereka, sebaliknya pemimpin tidak perlu menjadi manajer.
Peran seorang manajer adalah melakukan manajerial organisasi ataupun tim.  Peran seorang manajer yang maksimal akan membawa pengaruh positif dalam pencapaian tujuan organisasi.  Manajer harus mampu menjalankan fungsinya dalam melakukan koordinasi dan keterlibatan timnya dalam porsi tugas dan tanggungjawabnya masing-masing.  Mampu menciptakan komunikasi efektif di dalam divisinya.  Mampu memberikan arahan dan motivasi untuk pencapaian target tim.  Seorang manajer dituntut mampu melakukan pemecahan masalah berkaitan dengan lingkup divisinya. 
Efektifitas dalam pemecahan masalah diperlukan kemampuan analitis yang baik.  Kemampuan analitis tersebut yang akan membantunya dalam mengidentifikasi permasalahan secara akurat.  Kemampuan analitis adalah kemampuan untuk mengungkapkan, melihat, memahami suatu permasalahan atau situasi tertentu dengan cara memecahkannya menjadi bagian-bagian yang lebih rinci.  Kemampuan menguraikan faktor-faktor penyebab, serta mampu mengamati keadaan tahap demi tahap uraian permasalahan tersebut berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan yang dimiliki. 
Berpikir analitis merupakan rangkaian proses berpikir individu dalam mengenali uraian permasalahan secara mendalam yang tidak bisa terlepas dari kemampuan konseptual.  Dimana kemampuan konseptual yang dimaksud adalah kemampuan memahami permasalahan atau situasi tertentu dengan cara memandangnya sebagai satu kesatuan yang terdiri dari pola-pola permasalahan konseptual dan logis, termasuk kemampuan mengidentifikasi, pola keterkaitan antara masalah yang tidak tampak dengan jelas atau kemampuan mengidentifikasi permasalahan yang utama yang mendasar dalam situasi yang kompleks. 
Berpikir analitis merupakan rangkaian proses berpikir individu dalam menganalisa permasalahan.  Seseorang yang memiliki kemampuan analitis yang baik akan mempengaruhi efektifitas pemecahan masalah yang tepat.  Spencer & Spencer (1993) menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki kemampuan analitis yang baik bisa dikatakan salah satu dimensinya memiliki kemampuan analisa sistematis termasuk thinking yourself, practical intelligence, analyzing problem, reasoning, dan planning skill.


Referensi:
Munandar, A. S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Spencer, L & Spencer, S.  (1993). Competence At Work.  Canada: John Wiley & Sons, Inc.



Pemberian feedback dan konseling karir untuk meningkatkan motivasi pencapaian karir dalam kepemimpinan.

Motivasi kerja yang menurun tentu saja akan mempengaruhi produktivitas dalam bekerja  Dukungan terhadap motivasi kerja yang dimiliki karyawan yang berada di bawah kurva normal kinerja dimaksudkan untuk memberikan dukungan terhadap motivasi kepemimpinan yang dimiliki.  Motivasi kepemimpinan yang dimaksud adalah sebagai bentuk motivasi pencapaian karir untuk level leader.   Motivasi kepemimpinan diberikan kepada karyawan tersebut sebagai bentuk intervensi untuk pengembangan karirnya di masa mendatang.  Intervensi motivasi kepemimpinan dapat diberikan secara praktis dalam rancangan  feedback dan career counseling.
Terdapat beberapa alasan mengapa konseling harus dilakukan, terutama oleh atasan. Pertama, seorang atasan yang paling berkepentingan terhadap performansi anak buah. Kedua, seorang atasanlah yang dianggap paling tahu mengenai dinamika psikologis anak buah berkaitan dengan pelaksanaan tugas. Ketiga, kegiatan konseling juga dapat dimanfaatkan oleh atasan bukan saja hanya untuk tujuan kuratif, tetapi juga dapat digunakan untuk tujuan pengembangan bawahan. Misalnya untuk memotivasi bawahan agar dapat berprestasi lebih baik atau untuk menciptakan suasana psikologis yang kondusif agar bawahan betah. 
Manajer sebagai konselor perlu pula membatasi diri, dalam artian memahami benar kapan suatu proses konseling perlu diarahkan ke bantuan secara profesional. Ketidakmampuan untuk mendeteksi kebutuhan ini atau penundaan terhadap kebutuhan proffesional help akan secara signifikan merugikan pengembangan anak buah dan dapat menimbulkan dampak negatif bagi perusahaan.
Model rekomendasi pengembangan potensi diatas dapat diterapkan sesuai dengan model yang dituliskan oleh Boulter, dkk (2003) dengan cara:
  1. Pengakuan kompetensi
  2. Memahami kompetensi
  3. Bereksperimen dengan mendemosonstrasikan kompetensi
  4. Berpraktik menggunakan kompetensi
  5. Menerapkan kompetensi dalam situasi-situasi kerja dan dalam konteks karakteristik – karakteristik lain.


Referensi:
Boulter, Murray and Lackrey.  2003.  People and Competencies.  Terjemahan.   Jakarta: Gramedia.

Manajemen Karir Karyawan Di Tempat Kerja

Salah satu fungsi Human Resources (HR) adalah pengembangan karyawan.  Pengembangan karyawan yang dimaksud adalah suatu proses perencanaan dan pengembangan kompetensi karyawan secara sistematis sesuai dengan jenjang kualifikasi jabatan didalam organisasi perusahaan. 
Model aplikasi pengembangan karyawan yang diterapkan di perusahaan-perusahaan adalah sistem manajemen karir (career management system).  Sistem manajemen karir adalah suatu rangkaian atau urutan posisi jabatan yang mungkin akan dipegang seorang karyawan selama masa kerja di suatu perusahaan.  Sistem manajemen karir bertujuan untuk memberikan dorongan atau keyakinan seseorang untuk mengarahkan diri (untuk suatu posisi/jabatan) selama perjalanan  kehidupan kerjanya. 
Karir merupakan salah satu tujuan penting yang ingin dicapai oleh seorang karyawan.  Johanes (2002) dalam bukunya menuliskan bahwa tujuan hidup yang dikejar banyak orang adalah sukses dalam kerja & bisnis.  Fokus utamanya berupa mendapatkan promosi jenjang karir di level manajemen dengan imbalan gaji yang besar.  Karir menjadi prioritas utama ketika seorang karyawan mulai merasa nyaman dalam bekerja di suatu perusahaan.  Kondisi ini adalah ketika seorang karyawan mampu melakukan adaptasi, produktif, loyal, komitmen, serta adanya kesesuaian pemenuhan hak dan kewajiban dalam pengupahan
Motivasi pencapaian karir merupakan bagian terpenting didalam individu untuk menunjukkan kinerja maksimal.  Mathis & Jackson (2001) mengungkapkan bahwa motivasi merupakan hasrat di dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan tindakkan.  Motivasi merupakan penggerak yang mengaahkan tujuan. Motivasi karir adalah hasrat untuk mencapai level karir yang diinginknan seorang karyawan.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesuksesan karir seseorang.  Diantaranya seperti kompetensi, kemampuan skill, produktivitas, motivasi, karakter, sikap kerja, relasi, komitmen dan loyalitas. Akan tetapi ketika seseorang yang memiliki kemampuan yang seperti dituliskan tersebut diatas ternyata menunjukan kinerja yang baik disuatu perusahaan, sedangkan perusahaan tidak memberikan fasilitas jenjang karir yang sistematis, tentu saja keadaan seseorang tersebut tidak akan adanya perubahan yang signifikan dalam peningkatan derajat jabatannya.  Berbeda ketika seseorang tersebut bekerja disuatu perusahaan dengan sistem karir yang sistematis dan kompetitif dari level bawah sampai level puncak, maka secara otomatis seseorang tersebut akan merasa terpacu untuk bekerja giat guna meningkatkan derajat kerja yang lebih baik.  Kondisi inilah yang kemudian tidak membuat seorang karyawan untuk memutuskan pindah dari sebuah perusahaan ke perusahaan lainnya hanya karena posisi/jabatan yang lebih menjanjikan. 
Faktor-faktor internal dalam diri karyawan yang dapat mempengaruhi pencapaian karir, diantaranya: 
  1.   Manajerial Competence
  2.  Fungsional Competence
  3.  Security
  4. Creativity
  5. Autonomy and independence
Referensi:
Boulter, Dalziel & Jackie. (2003).  People and Competencies.  Terjemahan.   Jakarta: Gramedia.


Johanes, L. (2002). Strategi Sukses Mengelola Karir Dan Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Utama

Mathis, R. & Jackson, J. (2001).  Manajemen Sumber Daya Manusia.  Jakarta: Salemba Empat.