[Human Talent] Bagaimana HRD Mengembangkan Karyawan yang Bertalenta?

Penerapan human capital dalam manajemen pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) di perusahaan adalah modal utama bagi pengembangan aset-aset yang bertalenta.  Diperlukan komitmen yang kuat dari manajemen dalam pengembangan talenta yang berbasis kompetensi dan karir karyawan.  Implementasinya pun diharapkan tidak setengah-setengah dalam mengembangkan sistem yang strategis dalam pencapaian karir karyawan di dalam perusahaan tersebut.  Oleh karena itu struktur karir yang jelas, job grading yang tersistematis, sistem seleksi yang berbasis kompetensi, sistem pelatihan dan pengembangan yang terorganisir serta dukungan manajerial semua lini di perusahaan merupakan komponen-komponen penunjang dalam penerapan Talent Management Sistem (Sistem Manajemen Talenta).

Apa itu manajemen talenta? Talenta adalah orang - orang yang memiliki kualitas unggul ataupun terbaik dari proses seleksi yang kemudian dikembangkan, dibina oleh sebuah sistem organisasi untuk proses jangka panjang. Merekalah orang-orang yang sudah dipersiapkan untuk menjadi pemimpin perusahaan di masa mendatang.  Prinsip dasar manajemen talenta menurut penjabaran di atas adalah memilih, mengembangkan dan mematangkan.  Talent management berarti bagaimana sebuah organisasi mengelola sumber dayanya mulai dari proses rekrutmen, penempatan pegawai, penilaian kinerja, pelatihan dan pengembangan karir, sampai pegawai meninggalkan perusahaan (employee separation) sehingga pada akhirnya tujuan-tujuan organisasi dapat tercapai (Lewis, 2006). Talent management atau manajemen  talenta adalah suatu proses dalam manajemen SDM terkait tiga proses yaitu:
  1. Mengembangkan dan memperkuat karyawan baru pada proses pertama kali masuk perusahaan (onboarding).
  2. Memelihara dan mengembangkan pegawai yang sudah ada di perusahaan.
  3. Menarik sebanyak mungkin pegawai yang memiliki kompetensi, komitmen dan karakter unggul bekerja pada perusahaan.

Jadi jika perusahaan anda menerapkan konsep human talent, maka ketika sudah mendapatkan karyawan dari proses rekrutmen & seleksi otomatis tidak berhenti disitu, akan tetapi terdapat rencana-rencana pengembangan untuk tahap selanjutnya bagi pengembangan talenta.  Sedangkan perusahaan yang melakukan manajemen talenta dari proses asessment center internal maka karyawan-karyawan yang bertalenta itulah yang dimasukan di dalam Talent Pool Mapping.

Lantas mengapa perusahaan perlu menerapkan sistem manajemen talenta? jawabannya bukan hanya alasan perusahaan menerapkan human capital dalam pengelolaan SDM saja. Namun disebabkan karena tuntutan pengembangan organisasi dalam perekrutan karyawan.  Sejarah  mencatat banyak permasalahan-permasalahan dalam perekrutan karyawan yang ditemukan dalam era perkembangan jamannya.  Jika kita flashback, periode tahun 1980an adalah permasalahan industralisasi yaitu peralihan dari masyarakat agraria menuju pembangunan sektor industri. Sejarah mencatat bahwa Indonesia adalah negara agraris. Pada tahun tersebut indonesia telah mencapai swasembada pangan pada sektor agraris.  Peralihan dari sektor agraris ke sektor industri tentu saja membutuhkan tuntutan pengetahuan dan ketrampilan yang lebih dan pemenuhan sumber daya yang sesuai dengan pembangunan sektor industri.  Sehingga pada tahun tersebut kita mengenal model perekrutan sistem padat karya.

Periode tahun 1990an terkait permasalahan pembangunan ekonomi, dimana iklim investasi perusahaan-perusahaan mulai terbuka. Sektor industri semakin meluas, industri pangan, manufaktur, perdagangan, produk, jasa, perbankan & investasi, ekonomi kreatif, dll. Skill yang dituntut oleh masing-masing perusahaan semakin kompleks. Namun sistem pendidikan professional masih terbatas. Sehingga muncul adanya strata tenaga kerja terdidik dan tenaga kerja terampil.

Periode 2000an era milenium terkait dampak reformasi politik mengakibatkan krisis moneter. Perusahaan kecil bangkrut dan perusahaan besar bertahan. Disisi lain investor-investor mulai membangkitkan iklim ekonomi kembali. Perusahaan-perusahaan mulai melakukan reformasi dan restrukturisasi seperti merger, akuisisi dan lain-lain.  Sehingga proses perekrutan yang dibutuhkan adalah orang-orang professional yang siap untuk kondisi-kondisi diatas. Muncul penerapan sistem manajemen multinasional dan internasional, budaya organasasi, health & safety system, leadership, dll.  Dan diakhir 2000an bermunculan konsep management trainee, Outsourching, ODP, dll.

Periode tahun 2010an terkait permasalahan era globalisasi. Perusahaan mulai melakukan pengembangan organisasi. Ekspansi perusahaan dengan menambah nilai investasi. Munculnya istilah people asset, The right man and the right place/job.  Terdapat pula Perusahaan kesulitan mendapatkan orang yang benar-benar sesuai dengan jabatannya. Tidak optimalnya komitmen karyawan menyebabkan “kutu loncat” serta Outsourching bermasalah. Ditambah permasalahan periode tahun 2014an terkait era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Perusahaan mulai mempersiapkan diri dengan MEA 2015.  Perusahaan mulai merencanakan Strategic bussiness development.  Penerapan konsep Potential people. Adanya People competition. Tuntutan HR Champions, Future Leader, dan Career optimistic employee.

Permasalahan pada era tuntutan saat inilah yang mendorong perusahaan untuk menerapkan manajemen talenta untuk menjawab permasalahan di atas. Karyawan adalah sebagai aseet yang nilai investasinya akan bertambah seiring dengan pengembangan kompetensi dan karirnya di dalam perusahaan.  Oleh karena itu harus dijaga, dipertahankan dan dimatangkan agar mencapai “talent star” yang terencana.

Bagaimana menerapkan Talent management System? tentu saja diperlukan strategi yang sistematis dan terencana.  Strategi sistem manajemen talenta yang dapat diterapkan antara lain:
  1. Siklus organisasi yang selalu dimulai  dari Embroynic (tumbuh berkembang, dewasa dan maturity)
  2. Perusahaan melakukan ManPower Planning System (MPP) secara kuantitatif dan kualitatif
  3. Perekrutan karyawan dengan menggunakan SOP Rekrutmen
  4. Sistem seleksi SDM yang terintegrasi dengan competency based HRMS
  5. Pengukuran seleksi SDM menggunakan alat ukur yang terstandar
  6. Program pelatihan & pengembangan berbasis career management system
  7. Pengelolaan manajemen kinerja berdasarkan key performance indicator (KPI)

Perbedaan prinsip utama dalam selection management system adalah perusahan mencari orang-orang yang berpotensi dengan minimal GAP diatas angka 0 antara kompetensi dengan standar tuntutan jabatan (catatan GAP minus – tentu saja kandidat tersebut tidak layak).  Jadi jika saya akan merekrut seorang marketing dan mendapatkan GAP +6 maka proyeksi saya adalah marketing supervisor (GAP minimal SPV +6). Dengan potensi GAP +6 adalah bahwa orang tersebut bisa dikembangkan dengan optimal.  Sehingga rencana pengembangan akan terarah secara sistematis dilakukan oleh divisi pengembangan/HRD.


Perangkat utama yang perlu dipersiapkan ketika perusahaan akan menerapkan human talent berbasis talent management system adalah softskill talent untuk divisi HRD, Form Kompetensi Individu, Form Talent Mapping Karyawan, serta integrasi sistem training center yang terukur dan sistem promosi yang berjenjang dan terencana.

Optimistic Leadership Training

Optimistic leadership training adalah model pelatihan transformasi dalam melakukan optimalisasi diri untuk membentuk karakter-karakter individu melalui potensi-potensi positif yang dimiliki melalui konsep career optimistic leadershipOptimistic leadership training membantu karyawan memiliki harapan positif akan pengembangan karir masa depannya serta merasa nyaman dalam pembentukan dan perencanaan karir secara matang untuk menjadi pemimpim masa depan.
Optimistic leadership training adalah media peningkatan skill untuk menghasilkan pemimpin-pemimpin organisasi yang optimis.  Kepemimpinan optimis yang berorientasi pada masa depan.  Program ini membantu karyawan dalam menumbuhkan keyakinan diri akan potensi kepemimpinan yang dimiliki.  Optimistic leadership training dapat membantu meningkatkan sikap optimis karyawan dalam pencapaian karir kepemimpinan yang akan dicapai di suatu perusahaan.  Karyawan menjadi yakin dengan tujuan yang dapat dicapai berkaitan dengan pencapaian kepemimpinan di masa depan. Karyawan menjadi yakin dengan potensi besar yang dimilikinya dalam usaha-usaha pencapaian kesuksesan kepemimpinan di masa depan.
Pelatihan dengan menggunakan konsep Optimistic leadership dapat membantu seseorang dalam menentukan tujuan (goal setting) bagi pencapaian karir kepemimpinan pada masa mendatang.  Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Avey, Luthans, dan Jansen (2009) yang salah satu komponennya berfokus pada optimisme dan keyakinan diriHasil penelitiannya membuktikan bahwa optimisme mampu memberikan proyeksi-proyeksi positif untuk kesuksesan karir, rasa optimis pencapaian goal, tahapan pencapaian kesuksesan serta tantangan-tantangan yang harus dihadapi sebagai pemimpin masa depan untuk mencapai kesuksesan karir dalam pekerjaannya. 
Paradigma optimistic leadership training bertumpu pada pendekatan humanistik bahwa setiap orang memiliki aset diri berupa positive psychological capitalPsychological capital adalah berupa potensi-potensi psikologi positif yang ada di dalam diri manusia.  Aspek-aspek positi f dalam potensi diri karyawan apabia dikembangkan secara terarah dan optimal maka dapat menumbuhkan motivasi internal, komitmen, loyal, kepuasan kerja, keseimbangan kerja, peran sosial, kebermaknaan diri, aktualisasi diri, optimis karir, kepercayaan diri, kinerja yang optimal dan SDM yang berkualitas bagi dirinya maupun perusahaan.
Optimistic leadership membuat karyawan menjadi yakin dalam menjalankan pekerjaan sehari-hari dengan penuh semangat.  Karyawan memiliki motivasi untuk tetap tetap optimis berkarir di dalam organisasi dengan menunjukkan kinerja yang maksimal. Karyawan dapat membantu mengembangkan bisnis perusahaan sesuai dengan tujuan bisnis.  Karyawan mampu menyelaraskan visi dan misi perusahaan sesuai dengan tujuan karirnya. Karyawan menjadi semangat untuk terus menerus berkarir sesuai perkembangan perusahaan. Pengaruh efikasi diri dan optimisme dapat menumbuhkan komitmen karyawan untuk bekerja secara terus menerus di dalam organisasi (Saleem, Saba & Adnan, 2012).
Berangkat dari penelitian dan intervensi yang telah kami lakukan bahwa hasil dari pemberian pelatihan optimisme menyebabkan seseorang menjadi yakin dengan potensi besar yang dimilikinya dalam usaha-usaha pencapaian kesuksesan karir di masa depan.  Rasa optimisme dalam diri karyawan dapat menyebabkan individu merasa lebih sukses. karyawan menyadari akan potensi positif yang ada di dalam dirinya.  Potensi tersebut sebagai modal utama dalam memunculkan usaha-usaha nyata sebagai pemimpin masa depan.

 Optimistic dapat mendorong karyawan untuk tetap merasa yakin terhadap karirnya di tempat kerja. Karyawan memiliki ketenangan dalam menjalani karirnya di tempat kerja karena mengetahui tingkat keberhasilan pada masa mendatang. Karyawan tetap menjalankan tugas dan pekerjaannya sehari-hari dengan menghadapi berbagai tantangan maupun hambatan. Karyawan dapat memelihara harapan-harapan positif untuk memberikan kontribusi yang terbaik bagi perusahaan. Karyawan yang optimisme memiliki harapan jika memiliki suatu kesenangan di dalam hati.  Kesenangan hati itu sebagai bentuk kepuasan hati terhadap penantian yang disukai yang memiliki sebab.  Kepuasan hati tersebut memunculkan keteguhan dan ketaatan untuk berusaha (komitmen dan loyalitas).  Seseorang yang memiliki harapan di dalam hatinya, maka mampu memelihara usaha-usahanya secara terus menerus hingga mencapai sesuatu yang diharapkan.  Hal tersebut secara tidak langsung memunculkan “happy worker” sesuai konsep human capital.

Leadership Development Program (LDP)

Kepemimpinan (leadership) memiliki peran vital di dalam sebuah organisasi.  Peran vital tersebut mencakup peran struktural, peran fungsional dan peran manajerial organisasi.  Pentingnya kepemimpinan dalam organisasi menjadi kunci penting dalam peningkatan performa organisasi.  Dinamika organisasi dapat bergerak dinamis berdasarkan arahan tujuan yang akan dicapai.  Optimalisasi fungsi sumber daya yang dimiliki organisasi dapat diatur sesuai dengan pencapaian kinerja maksimal.  Penselarasan visi dan misi organisasi dapat diterapkan kepada seluruh karyawan.  Pengembangan sistem organisasi dapat diarahkan kepada pencapaian kualitas mutu produk/jasa yang dihasilkan.
Organisasi yang berorientasi pada sektor industri perlu menekankan peran strategis pada aspek kepemimpinan supaya produktivitas dapat secara optimal tercapai. Kepemimpinan yang efektif mampu memberikan dampak yang sangat besar bagi kemajuan organisasi.  Dampak tersebut dapat dilihat dari perubahan peta pembagian tugas untuk timnya sesuai dengan porsinya di bidang masing-masing.  Perubahan strategi dalam pencapaian target yang secara realistis dapat dicapai.  Perubahan kebijakan sistem mengenai metode kerja yang efektif. Perubahan hubungan intrapersonal dengan orang lain menyangkut komunikasi organisasi dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Kepemimpinan struktural telah melahirkan pemimpin-pemimpin yang dianugrahi kelayakan dalam memimpin suatu organisasi/divisi/tim.  Memiliki peran struktural yang melekat dalam tugas dan tanggungjawabnya dalam penyelesaian pekerjaan.  Kepemimpinan fungsional telah memberikan dampak positif dalam arah kerja yang dinamis dalam pencapaian kualitas hasil kerja.  Arah kerja yang didukung dengan tim yang solid.  Tim yang di dalamnya terdapat orang-orang yang potensial dan memiliki motivasi tinggi dalam pencapaian target kerja. Kepemimpinan manajerial memberikan transformasi pengembangan dalam segala aspek pendukung kesuksesan organisasi.  Termasuk di dalamnya adalah strategi sumber daya manusia, strategi manajemen efektif, startegi kebijakan mutu, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, strategi manajemen pengambilan resiko, dan lain-lain.
Bagaimana jika peran kepemimpinan di dalam organisasi belum efektif? Hal ini jelas berdampak pada dinamika pencapaian tujuan organisasi.  Dinamika organinasi akan terhambat dengan proses delegasi tugas yang tidak maksimal, komunikasi organisasi yang kurang efektif, pencapaian performa di bawah standar KPI, ide-ide pengembangan kurang didukung, proses mentoring sumber daya manusia tidak sistematis, arah kebijakam mutu tidak mengarah sasaran, dan lain-lain.
Efektivitas kepemimpinan dapat dilihat dari kemampuan individu untuk mempengaruhi, memotivasi, dan membuat orang lain mampu memberikan kontribusinya demi efektivitas dan keberhasilan organisasi (House, 1999).  Ketidakmampuan seorang pemimpin dalam menjalankan peran kepemimpinan secara efektif dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantara role model kepemimpinan yang belum ada, internalisasi gaya kepemimpinan, situasi lingkungan yang dihadapi, pengetahuan akan gaya kepemimpinan efektif, visi & misi kepemimpinan, kemampuan “people management”, dan faktor psikologis kepemimpinan.

Model pengembangan kepemimpinan dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, salah satunya adalah LEADERSHIP DEVELOPMENT PROGRAM (LDCP).  LDP adalah program pengembangan kepemimpinan berbasis kompetensi yang berfokus pada  optimalisasi peran diri individu untuk mengembangkan potensi kepemimpinannya secara optimal.  Dalam LDP ini, tidak hanya memberikan intervensi berupa program pengembangan kepemimpinan secara umum melalui pelatihan-pelatihan.  Namun sebelum melakukan intervensi berupa program tersebut, dilakukan assessmen leadership guna mendapatkan analisa kebutuhan pengembangan yang sesuai dengan peningkatan role model yang dibutuhkan oleh individu/kelompok/organisasi.   Adapun tujuan program ini antara lain
  1.  Pengembangan potensi kepemimpinan karir secara sistematis dan optimal.
  2. Peningkatan kompetensi kepemimpinan organisasi
  3. Menumbuhkan motivasi kepemimpinan

Perusahaan Perlu Melakukan Peningkatan Kualitas Mutu Pelayanan +++ Untuk Dapat Mempertahankan Potensi Pasarnya !

Kepuasan konsumen menjadi nilai strategis dalam pengembangan bisnis perusahaan untuk dapat bersaing dalam era globalisasi saat ini.  Sebuah bisnis yang berorientasi pada benefit dan kepuasan konsumen secara tidak langsung dapat memunculkan hubungan timbal balik yang dinamis dalam mempertahankan pasar-pasar potensial.  Tentu saja setiap perusahaan tidak menginginkan kehilangan pasar maupun potensi peluang bisnisnya untuk terus berkembang hingga beberapa tahun ke depan.  Tidak hanya pada kualitas hasil saja yang mempengaruhi perkembangan bisnis ke depan.  Namun juga proses pelayanan yang baik yang nantinya dapat membangun serta mempertahankan para pelanggan untuk tetap setia menikmati produk maupun pelayanan bisnis yang diberikan.

Pelayanan terhadap konsumen menjadi nilai tambah yang harus dimunculkan oleh perusahaan untuk dapat mencapai tingkat kepuasan konsumen.  Perusahaan tidak hanya berorientasi pada faktor eksternal saja yang harus diperhatikan.  Sebelum dapat memberikan pelayanan konsumen yang berorientasi pada kepuasan konsumen, maka faktor internal perlu dibangun pondasi yang kuat terlebih dahulu.  Tentu perusahaan tidak menginginkan langkah strategik yang salah dalam memberikan pelayanan kepada para pelanggannya, terkait dengan dinamika organisasi (kohesivitas, komunikasi, kerjasama, attitude, dll) dimana belum secara optimal diterapkan oleh karyawan-karyawan di dalam perusahaan.

Pentingnya membangun pondasi yang kuat agar seluruh karyawan dapat memahami dengan baik mengenai visi & misi perusahaan dalam mengembangkan bisnis yang berorientasi pada pelanggan, potensi-potensi SDM dalam menyerap pengetahuan produk dan sistem kerja, kohesivitas tim dalam mencapai tingkat pelayanan yang excellent, dan yang terakhir adalah terkait dengan “job-attitude”.  Job-attitude yang dimaksud adalah sikap yang harus ditunjukkan dalam melayani orang lain yang berorientasi pada kepuasan pelayanan.

Sikap kerja yang ditunjukkan tentu saja harus dapat membangun budaya pelayanan yang ramah antar sesama internal karyawan dan eksternal pada umumnya.  Masing-masing karyawan harus mampu menunjukkan keterpaduan yang harmonis dalam dinamika kerja.  Keterpaduan kerja tersebut secara otomatis akan dapat mendorong kepada pelayanan ekternal yang baik. 

Program-program yang berorientasi pada pelayanan konsumen dapat diterapkan pada bidang sales, marketing, delivery, customer service, publik relationship, pramuniaga, kasir dan lain-lain yang lingkup pekerjaannya secara fungsional sebagai garda depan (Gardep) dalam pelayanan.  Hal tersebut penting dilakukan karena keramahan merekalah sebagai tangan utama perusahaan dalam berinteraksi dengan konsumen/pelanggan.  Anda bisa bayangkan jika konsumen anda tidak mendapatkan pelayanan yang ramah, maka jangan harap konsumen tersebut akan datang kembali dengan anda.  Dan justru mereka akan memilih produk lain yang tentu saja lebih baik dari segi pelayanan.  Akibatnya perusahaan anda akan mendapatkan 2 (dua) kerugian besar. Pertama, kehilangan pasar potensial dan yang kedua bahwa perusahaan anda sudah kalah bersaing dengan kompetitor lainnya.

Pentingnya pelayanan yang berorinetasi pada pengembangan bisnis harus dipahami dengan baik oleh seluruh karyawan, khususnya lingkup garda depan perusahaan.  Mereka harus memiliki pengetahuan dasar yang kuat dan implementasi di lapangan secara tepat.  Dasar program yang berorintasi pada pelayanan harus terintegrasi dengan visi dan misi bisnis perusahaan agar berjalan seirama.  Hal tersebut dapat menyebabkan terwujudnya kualitas mutu pelayanan yang optimal melalui profesional excellent terhadap konsumen.  Oleh karena itu perlunya program pengembangan profesional service excellent bagi karyawan untuk mendukung pencapaian produktivitas dan benefit perusahaan yang terus berkembang.   

  

Siapkah Saya Untuk Menjadi Seorang HRD Dalam Era Globalisasi Saat Ini?

Karyawan sebagai aset dari perusahaan yang memiliki nilai investasi tinggi dalam mengembangkan arah bisnis perusahaan.  Komponen ini sebagai roda penggerak dinamika organisasi dalam berproses mencapai tujuan.  Nilai produktifitas dan hasil kerja dapat dihasilkan secara optimal melalui tangan-tangan keahlian yang dimiliki karyawan.  Keahlian tersebut berupa kompetensi kerja yang dapat ditingkatkan maupun dikembangkan searah dengan tuntutan jabatan di dalam suatu organisasi.  Komponen hard-skill dan soft-skill menjadi aspek penting seorang karyawan dalam optimalisasi peran kinerja di dalam jabatannya.  Pengembangan menjadi faktor penting yang harus dilakukan oleh karyawan untuk terus produktif serta berinovasi untuk mencapai visi dan misi organisasi dalam era globalisasi saat ini.
Perusahaan menjadi “point of central” dalam pengembangan aset bisnis utama secara terus menerus.  Komponen tersebut termasuk aset perusahaan berupa Sumber Daya Manusia (SDM).  Sebuah perusahaan ingin terus berkembang dalam optimalisasi bisnisnya, maka harus pula diikuti dengan pengembangan kompetensi para karyawannya.  Hal tersebut menjadi dasar yang seimbang searah dengan tuntutan jabatan serta kebutuhan jenjang karir di masa depan untuk optimalisasi peran masing-masing di dalam struktural organisasi.
Pengelolaan SDM menjadi sumber utama untuk menghasilkan aset-aset yang berkualitas.  Tidak bisa dihindarkan jika sebuah perusahaan memandang sebelah mata terhadap peranan SDM dalam menumbuhkan strategi bisnis untuk masa depan.  Hal tersebut membuat dampak kerugian yang besar terhadap nilai investasi yang mungkin diterima oleh organisasi saat ini.  Karyawan tidak memiliki kompetensi yang jelas, tidak berkomitmen, tidak puas, dinamika pengembangan bisnis menjadi labil, terhambat, dan tentu saja intensitas keluar masuk karyawan menjadi permasalahan yang tidak bisa dihindarkan.
Peranan organisasi dalam proses mengelola SDM secara fungsional melalui optimalisasi implementasi Human Capital.  Organisasi memandang bahwa karyawan sebagai modal utama dalam penggerak roda bisnis perusahaan.  Organisasi meletakan orang-orang yang dipersiapkan untuk menjadi pemimpin masa depan dalam bidangnya masing-masing.
Pengelolaan SDM tentu saja harus dijalankan secara sistematis untuk mendapatkan sinergi secara struktural, fungsional dan manajerial.  HRD menjadi penopang utama dalam menselarasakan peranan sinergi tersebut ke dalam dinamika interaksi manajemen dengan karyawan.  Sehingga orang-orang yang menduduki jabatan HRD di dalam perusahaan minimal memahami peran dan tanggungjawab dalam optimalisai perencanaan, pengelolaan dan pengembangan  SDM secara sistematis dan praktis untuk mencapai visi dan misi perusahaan.  Konsep pengelolaan SDM tersebut dapat diwujudkan dalam aplikasi Human Resources Management System (HRMS) yang diintegrasikan dengan optimalisasi Human Capital.    
Oleh karena itu untuk meningkatkan kompetensi peran HRD dalam menjalankan fungsinya, diperlukan matrik pengembangan sesuai dengan tuntutan bidang jabatan di masing-masing peran manajerialnya