Dasar Perancangan Team Building

Sebuah tim yang efektif didalam organisasi dipengaruhi oleh komponen-komponen penting didalamnya, antara lain: interdependensi, komplementer, skill, dan komitmen. Levi (2001) menjelaskan bahwa sebuah tim yang solid didalamnya terdapat individu-individu yang bekerja sesuai fungsinya, tidak ada yang mendominasi di dalamnya untuk mencapai suatu tujuan. Adanya saling keterbukaan antara satu dengan rekan lainnya. Adanya interdependensi didalam tim dapat meningkatkan kerjasama solid, kinerja yang lebih baik, serta meningkatkan efesiensi. Shaw (1973) mengungkapkan bahwa faktor interdependensi memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan kerjasama didalam tim. Sebuah tim yang solid didalamnya terdapat individu-individu yang memiliki skill/ketrampilan-ketrampilan yang saling melengkapi, koordinasi, selaras dengan kompetensi serta tujuan (Katzenbadh & Smith, 1993). Disamping itu juga didalamnya terdapat individu-individu yang memiliki komitmen dan tanggungjawab sesuai dengan fungsinya masing-masing untuk kinerja yang baik. Team building merupakan salah satu model intervensi yang diuraikan oleh cummings & worley (2005) dalam konteks human process intervention. Team building didesain untuk menciptakan tim yang solid, efektif dan optimal dalam kinerjanya untuk mencapai tujuan. Fred Cannon (2009) dalam jurnal penelitiannya mendesain model team building secara praktis. Dituliskan bahwa untuk mencapai keberhasilan tim diperlukan 10 (sepuluh) langkah yang harus diperhatikan. 10 (sepuluh) langkah tersebut merupakan suatu tahapan faktor yang harus dilakukan oleh sebuah tim untuk mencapai keberhasilan. Diantaranya:

  1. building trust, 
  2. healthy conflict, 
  3. comitment, 
  4. common purpose, 
  5. goals, 
  6. mutual accountability, 
  7. focus result, 
  8. working approach, 
  9. leadership, 
  10. support & development.

" Human Value " untuk Membangun Budaya Organisasi

Proses pengembangan organisisasi didalam sebuah perusahaan yang ideal, menurut Robbins (2005) harus memperhatikan faktor budaya organisasi. Budaya organisasi menjadi nilai penting yang harus diintegrasikan kedalam masing-masing anggota organisasi dalam mencapai visi dan misi organisasi. Robbins (2005) menuliskan bahwa sebuah organisasi harus memiliki karakteristik yang dikembangkan didalam organisasi tersebut dalam pencapaian visi dan misi organisasi. Hal ini seperti yang diterapkan di Perusahaan skala besar yang secara kultur mampu mengembangkan beberapa nilai-nilai budaya organisasi yang positif dari proses dinamika organisasi kerja diantara para karyawannya. Gambaran nilai-nilai positif yang telah berkembang, diantaranya keterlibatan aktif oleh masing-masing karyawannya dalam menjalankan fungsional kerjanya, keterbukaan diri dalam berinteraksi antara sesama karyawan, keterbukaan komunikasi interpersonal, kekeluargaan yang erat diantara sesama karyawan, serta tidak dijumpainya adanya sebuah GAP diantara personal karyawan maupun level jabatan sehingga tidak dijumpainya adanya kekakuan birokrasi, kekuasaan jabatan, maupun kesenjangan jabatan. Nilai-nilai positif tersebut ternyata mampu berkembang dengan sendirinya mengikuti alur dinamika organisasi dalam mencapai suatu tujuan bisnis yang optimal. Penerapan nilai-nilai positif tersebut mampu dijadikan sebagai akar pondasi budaya organisasi yang melekat didalam organisasi. Budaya organisasi yang terbentuk secara resources dari human value dapat memperkokoh pilar-pilar organisasi dalam mencapai visi dan misi perusahaan. Shellabear (2002) menuliskan bahwa karakteristik sebuah tim yang efektif memiliki nilai-nilai perilaku yang dikembangkan. Nilai-nilai perilaku tersebut dicontohkan, antara lain: keterbukaan, kepedulian, komitmen, dukungan, dan lain sebagainya. Hal ini dapat dijadikan pondasi penting dalam membangun sebuah budaya oganisasi yang secara strategik mampu mendukung pencapaian visi dan misi organisasi untuk jangka waktu kedepan. Faktor penting selain internalisasi diatas, yang dapat mendukung pencapaian visi dan misi organisasi salah satunya adalah peran budaya organisasi. Seperti yang telah dituliskan diatas bahwa sebuah organisasi harus memiliki karakteristik yang dikembangkan didalam organisasi tersebut dalam pencapaian visi dan misi organisasi (Robbin, 2005). Setiap perusahaan memilki asset yang dapat dijadikan sebagai karakteristik yang dimaksudkan oleh Robbin (2005). Modal dasar berupa nilai-nilai positif di dalam organisasi dapat dimunculkan sebagai karakteristik untuk membangun budaya organisasi yang kuat. Hal inilah yang menjadi organizational value untuk membentuk suatu budaya organisasi.